KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH #14: BAGIAN 14 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH #14: BAGIAN 14 DARI 30

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين ، نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ،  أما بعد:

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sekarang kita berbicara tentang syarat orang yang menghajikan atau mengumrahkan orang lain.

Di antara syaratnya adalah:

⇒Sudah pernah melakukan haji atau umrah  untuk dirinya sendiri.

Dalam hadīts riwayat Imām. Abū Dāwūd bahwa ‘Abdullāh bin ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā bercerita:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ . قَالَ ” مَنْ شُبْرُمَةَ ” . قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي . قَالَ ” حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ” . قَالَ لاَ . قَالَ ” حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ” .

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan ihrām dengan ucapan:

“Labaika an Syubrumah (aku memenuhi pangilan Engkau wahai Allāh atas nama Syubrumah).”

Lalu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertanya:

“Siapa itu Syubrumah.”

Kemudian orang tersebut menjawab:

“Saudara lelakiku (kerabatku) wahai Rasūlullāh.”

Lau Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertanya kepada orang ini:

“Apakah engkau telah berhaji ?”

Kemudian orang tersebut menjawab, “Belum”

Lalu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:

“Hajilah untuk dirimu dulu, kemudian baru hajikan atas nama Syubrumah.”

(HR Abu Daud nomor 1546, versi Baitul Afkar adDaulah nomor 1811)

⇒Tentunya tahun ini haji untuk diri sendiri baru tahun depan untuk Syubrumah.

◆ Nasehat bagi yang ingin menghajikan orang lain

Ada tiga nasehat, diantaranya:

Ini disebutkan oleh Syaikhul Islām ibnu Taimiyyah panjang lebar dalam kitāb Maj’mu Al Fatawa tentang menghajikan orang lain.

⑴ Tunaikan amanah orang lain.

Karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda dalam hadīts riwayat Imām Abū Dāwūd nomor 3535 dan hadīts ini di shahihkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh.

Abū Hurairah berkata, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَن ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ

“Tunaikan amanah kepada orang yang berhak mendapatkan amanah tersebut dan janganlah kamu khianati orang yang mengkhianatimu.”

Dalam hadīts riwayat Imām Ahmad nomor 14878, hadīts ini dishahīh oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda dalam haji wadā:

وَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَانَةٌ فَلْيُؤَدِّهَا إِلَى مَنِ ائْتَمَنَهُ عَلَيْهَا

“Barangsiapa yang ada disisinya amanah, maka tunaikanlah amanah tersebut kepada yang berhak mendapatkannya.”

⇒Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berbicara tentang amanah ketika haji wadā, maka tunaikanlah amanah orang lain.

⑵ Kerjakan dengan maksimal

Rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnah dikerjakan.

Contoh:

Bermalam di Muzdalifah bagi bujangan tidak membawa keluarga diwajibkan sampai pagi (shalāt Subuh disana).

Apabila ada orang yang membadalkan haji (bujangan) dia tidak bermalam di Muzdalifah, dia hanya singgah sebentar  kemudian tidur sebentar lalu pergi setelah pertengahan malam. Ini namanya tidak maksimal mengerjakan amanah orang lain.

Mengerjakan amanah orang lain harus maksimal karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan Allāh mencintai orang-orang yang berbuat ibadah dengan maksimal (tidak asal-asalan).

Dan para shahābat radhiyallāhu Ta’āla ‘anhum sangat membenci orang yang ketika shalāt ruku’nya tidak lurus, terlalu tinggi atau terlalu berlebih-lebihan karena malas, tidak maksimal ruku’nya.

Dalam amalan apapun Allāh sangat mencintai untuk dikerjakan secara maksimal.

Dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Baihaqi dari ‘Āisyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه

“Sesungguhnya Allāh mencintai jika salah satu dari kalian jika mengerjakan suatu amalan, dia kerjakan dengan sungguh-sungguh (maksimal).”

⑶ Menghajikan orang lain jangan mengambil keuntungan tetapi mengambil harta untuk berhaji (haji badal tersebut).

Para ulamā mengatakan:

“Barangsiapa yang ingin mengambil keuntungan di dalam menghajikan orang lain, jangan dia kerjakan haji untuk orang lain dan barangsiapa ingin mengambil harta untuk berhaji maka silahkan berhaji.”

⇒Artinya jangan sampai ada proses pengambilan keuntungan.

Syaikhul Islām ibnu Taimiyyah menjawab pertanyaan tentang seorang wanita berhaji (menghajikan orang lain), wanita yang berhaji ini berniat untuk menghajikan seorang yang sudah meninggal dengan upah membayar hutang.

Apakah boleh wanita ini untuk menunaikan ibadah haji?

Jawaban:

يجوز أن تحج عن الميت بمال يئخذ على وجه النيابة بالاتفاق، وأما على وجه الإجارة ففيه قولان للعلماء، هما روايتان عن أحمد:
إحداهما: يجوز وهو قول الشافعي.
والثاني: لا يجوز، وهو مذهب أبي حنيفة. ثم هذه الحاجة عن الميت إن كان قصدها الحج، أو نفع الميت كان لها في ذلك أجر وثواب، وإن كان ليس مقصودها إلا أخذ الأجرة فما لها في الآخرة من خلاق.

“Boleh, untuk menunaikan haji orang lain dengan harta yang diambil (sebagai wakil). Adapun dalam sisi sebagai upah seperti pekerja maka ada dua pendapat dari para ulamā, yaitu:

⑴ “Boleh” (ini pendapat  Imām Ahmad dan Imām Syāfi’i).

⑵ Pendapat Abū Hanifah, “Tidak boleh.”

“Jika wanita tadi menunaikan ibadah haji atas orang lain karena ingin menunaikan ibadah haji atau memberikan manfaat kepada orang yang sudah meninggal (mengirimkan pahala atasnya), maka baginya pahala dan ganjaran dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kalau seandainya tidak ada niatan kecuali dia mengambil keuntungan, maka tidak ada bagian pahala baginya diakhirat kelak.”

(Majmu’ Fatawa)

Jadi harta yang diambil diberikan oleh orang yang ingin meniatkan (menghajikan) orang lain tersebut bukan sebagai keuntungan tetapi untuk berhaji.

Jadi ketika kita menghajikan orang lain jangan sampai kita niatkan untuk mengambil keuntungan.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.

صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 15, In syā Allāh
________

🌾 Donasi Program Dakwah Islam Cinta Sedekah & Bimbingan Islam ;

🌐 http://cintasedekah.org/program-cinta-sedekah/

💰 INFAQ       
🏦 Bank Syariah Mandiri (Kode Bank 451)
📟 7814 5000 17
🏢a.n Cinta Sedekah Infaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *