KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH #10: BAGIAN 10 DARI 30

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

Alhamdulillāh segala syukur hanya milik Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Kemudian syarat berikutnya, adalah:

⑷ Merdeka

Merdeka bukan budak. Budak tidak diwajibkan haji karena budak adalah harta dan salah satu syarat haji adalah mampu.

Seandainya seorang budak menunaikan ibadah haji dia dihukumi belum mampu karena dia sendiri adalah harta yang diperjualbelikan.

Merdeka adalah syarat wajib, bila seorang belum merdeka masih berstatus budak maka tidak wajib baginya untuk berhaji.

Dalam hadīts yang sama dari ‘Abdullāh bin ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhuma Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وَأَيُّمَا عَبْدٍ حَجَّ, ثُمَّ أُعْتِقَ, فَعَلَيْهِ [ أَنْ يَحُجَّ ] حَجَّةً أُخْرَى }

Budak mana saja yang menunaikan ibadah haji kemudian dia merdeka maka wajib baginya untuk menunaikan ibadah haji.”

(Shahih: Irwā ul Ghaliīl 986, Al Bahaqi V/156)

Kenapa wajib menunaikan ibadah haji? Karena saat budak dia belum wajib menunaikan ibadah haji.

⑸ Mampu

Maksud mampu adalah mampu dalam bekal harta dan kesehatan.

Kesehatan disini maksudnya adalah mampu untuk menunggangi kendaraan dan menunaikan ibadah haji.

Dalīl mengenai hal ini adalah surat Ali Imrān ayat 97: 

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

Mengerjakan haji adalah kewajiban yang diwajibkan oleh Allāh terhadap manusia untuk pergi ke Baitullāh mengadakan perjalanan haji bagi siapa yang mampu.”

Penafsiran mampu di sini ada dua, yaitu:

① Harta.
② Sehat dalam berkendaraan.

Penafsiran yang lain, mampu maksudnya bekal harta biaya dan punya kendaraan, sebagaimana yang ditafsirkan oleh ‘Abdullāh bin ‘Ummar radhiyallāhu Ta’āla ‘anhuma.

Kalau sudah kita pahami syarat kelima ini adalah syarat wajib, artinya orang yang tidak mampu tidak diwajibkan atasnya haji, maka dari sini kalau ada orang yang dari sisi harta dia tidak mampu misalkan dia miskin tidak ada bekal untuk menunaikan ibadah haji maka tidak pantas baginya untuk berhutang.

Kalau ada yang bertanya  bolehkah berhutang untuk menunaikan ibadah haji?

Jawabannya:

Orang yang berhutang saja tidak diwajibkan atasnya menunaikan ibadah haji, (misalnya) saya punya hutang dan saya punya biaya untuk menunaikan ibadah haji maka yang harus saya lakukan terlebih dahulu adalah membayar hutang (tidak wajib bagi saya menunaikan ibadah haji).

Lalu bagaimana kalau seandainya ada orang berhutang untuk melaksanakan ibadah haji? Ini namanya memberatkan diri sendiri.

Coba perhatikan perkataan ulamā besar diabad ke-15 Hijriyyah ini (salah satu ulama dari kerajaan di Arab Saudi) yaitu Muhammad bin Shālih Utsaimin rahimahullāh, kata beliau:

” الذي أراه أنه لا يفعل ؛ لأن الإنسان لا يجب عليه الحج إذا كان عليه دَيْن ، فكيف إذا استدان ليحج ؟! فلا أرى أن يستدين للحج ؛ لأن الحج في هذه الحال ليس واجباً عليه

ولذا ينبغي له أن يقبل رخصة الله وسعة رحمته

ولا يكلف نفسه دَيْناً لا يدري هل يقضيه أو لا ؟ ربما يموت ولا يقضيه ويبقى في ذمته ”
 “مجموع فتاوى الشيخ ابن عثيمين”

“Saya berpendapat bahwasanya orang tersebut tidak berhutang untuk berhaji, karena seorang manusia tidak wajib baginya menunaikan ibadah haji kalau seandainya dia memiliki hutang, bagaimana dia berhutang untuk haji? Maka saya tidak berpendapat seorang berhutang untuk menunaikan ibadah haji, karena haji dalam keadaan seperti ini tidak wajib atasnya.

Lebih baik dia mengambil keringanan dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla yaitu kalau seandainya dia tidak mampu ya sudah jangan memaksakan diri dan mengambil luasnya rahmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Janganlah dia memberatkan dirinya dengan sebuah hutang dan dia tidak mengetahui apakah dia bisa membayar atau tidak hutang tersebut, mungkin saja dia meninggal dan belum membayar hutang dan akhirnya hutang tersebut ada di dalam tanggung jawabnya.”

(Majmū’ Fatāwā Syaikh Ibnu ‘Ūtsimin)

Misalnya:

Anda memiliki hutang 20 juta dan anda memiliki harta 50 juta dan sudah anda setorkan ke petugas yang mengurus haji.

Maka pada saat itu anda sebetulnya tidak wajib untuk menunaikan ibadah haji, tetapi anda harus membayar hutang dulu dari 50 juta tadi dibayarkan hutang sisanya 30 juta.

Kalau masih bisa untuk menunaikan ibadah haji silahkan anda berhaji, tapi seandainya tidak bisa maka tunggu sampai mampu.

Padahal Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ

“Jiwa seorang berimān tertahan dengan hutangnya.”

Lain lagi jawaban dari seorang ulamā besar dari Al Aalama Syaikh Shālih bin Abdillāh Al Fauzan Hafizhahullāh, beliau termasuk majelis ulamā besar dikerajaan Arab Saudi beliau mengatakan:

الفقير ليس عليه حج إذا كان لا يستطيع نفقة الحج؛ لقوله تعالى: {وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً} [سورة آل عمران: آية 97]،

 ولا يجوز له أن يستدين من أجل أن يحج؛ لأن هذا تكلف لم يأمر الله به، ولأنه يشغل ذمته بالدين من غير داع إلى ذلك؛ فعليه أن ينتظر حتى يغنيه الله من فضله، ويستطيع الحج، ثم يحج.

“Orang miskin tidak wajib baginya haji jika dia tidak sanggup membiayai haji berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam surat Ali ‘Imrān ayat 97.”

“Dan tidak boleh baginya untuk berhutang agar bisa berhaji. Karena perbuatan seperti ini terlalu membuat-buat sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla atasnya.

Karena dia menyibukan tanggung jawabnya pada dirinya dengan hutang yang mana sebenarnya dia tidak perlu untuk berhutang, maka coba dia tunggu sampai Allāh memberikan kekayaan kepadanya, kemudian kalau dia sanggup dia berhaji lalu dia kerjakan haji tersebut.”

⇒Lalu bagaimana kalau sampai orang tersebut meninggal dan tidak diberikan kekayaan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla?

Selesai, tidak akan ditanya oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk sesuatu yang tidak diwajibkan atasnya.

Maka kita katakan tadi syarat mampu adalah syarat wajib artinya kalau belum mampu tidak wajib, jangan memaksakan kehendak (sampai berhutang-hutang apalagi dengan hutang riba).

Ada pertanyaan, bolehkah kita berhaji dengan harta harām?

Imām An Nawawi rahimahullāh dalam kitāb beliau Al Majmu’ mengatakan:

إذا إذا حج بمال حرام أو راكبا دابة مغصوبة أثم وصح حجه وأجزأه عندنا, وبه قال أبو حنيفة ومالك والعبدري, وبه قال أكثر الفقهاء.

“Bila seseorang mengerjakan haji dengan harta yang harām atau dia menaiki hewan tunggangan curian maka dia berdosa tetapi sah hajinya dan mencukupi. Ini adalah pendapat Imām Abū Hanifa, Imām Mālik dan Al ‘Abdari dan juga kebanyakan para ahli fiqih.”

Arti kata mencukupi di atas adalah gugur haji Islāmnya (artinya) dia dinyatakan sudah melaksanakan haji wajib.

Ustadz, bukankah dia berhaji dengan harta harām kenapa dinyatakan sah hajinya?

Jawabannya:

Kalau dia mengumpulkan rukun dan kewajiban haji maka sah hajinya tidak ada urusan dengan harta. Karena harta dengan haji tidak ada sangkut pautnya.

Wallāhu Ta’āla a’lam, ini  pendapat yang lebih kuat dan dinyatakan oleh Imām An Nawawi rahimahullāh.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.

صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 11, In syā Allāh
______

🌾 Donasi Program Dakwah Islam Cinta Sedekah & Bimbingan Islam ;

🌐 http://cintasedekah.org/program-cinta-sedekah/

💰 INFAQ       
🏦 Bank Syariah Mandiri        (Kode Bank 451)
📟 7814 5000 17
🏢a.n Cinta Sedekah Infaq