KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH #13: BAGIAN 13 DARI 30

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين ، نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ،  أما بعد:

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla kita akan membicarakan manasik haji.

Manasik haji artinya bahwa ada 3 (tiga) jenis tata cara menunaikan ibadah haji.

Kalau dari tiga jenis haji, mana yang lebih utama?

Ingat kata-kata “paling utama” menunjukkan bahwasanya tiga jenis haji ini disyari’atkan.

Tetapi kita berbicara mana yang paling utama, bukan berbicara mana yang tidak boleh.

Tiga-tiga jenis manasik ini diperbolehkan untuk memilih, silahkan dia pilih tergantung (sesuai) dengan kemampuan dia.

Haji tamattu’ adalah haji yang paling utama untuk dikerjakan dengan beberapa sebab, di antaranya:

⑴ Karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan para shahābat untuk mengerjakan haji Tamattu’.

Dalīlnya adalah hadīts riwayat Muslm, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

 ” لَوْ أَنِّي اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ لَمْ أَسُقِ الْهَدْىَ وَجَعَلْتُهَا عُمْرَةً فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ لَيْسَ مَعَهُ هَدْىٌ فَلْيَحِلَّ وَلْيَجْعَلْهَا عُمْرَةً ”

“Kalau seandainya aku mengetahui dari perkaraku yang akan datang maka aku tidak akan membawa hewan hadyu dan aku akan menjadikannya (Ihrāmku ini) sebagai umrah, maka barangsiapa atas kalian yang tidak bersamanya hewan hadyu (dari luar Mekkah) maka hendaklah bertahallul dan menjadikannya sebagai ihrām umrah.”

(HR Muslim nomor 2137, versi Syarh Muslim nomor 1218)

Ini adalah perintah dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

⑵ Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menginginkan untuk mengerjakan haji secara  Tamattu’ tetapi karena beliau membawa hewan hadyu maka beliau mengerjakan haji secara Qirān.

⑶ Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

أَحِلُّوا مِنْ إِحْرَامِكُمْ بِطَوَافِ الْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، وَقَصِّرُوا ثُمَّ أَقِيمُوا حَلاَلاً، حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ فَأَهِلُّوا بِالْحَجِّ، وَاجْعَلُوا الَّتِي قَدِمْتُمْ بِهَا مُتْعَةً

“Bertahallullah kalian dari ihrām kalian dengan mengerjakan thawāf, lalu sai diantara Shafā dan Marwah, kemudian pendekanlah rambut kalian, kemudian berdiamlah di Mekkah dalam keadaan halal (lepas dari Ihrām), sampai jika telah datang hari tarwiyyah (08 Dzulhijjah) lalu berihrāmlah dengan niatan haji. Dan jadikan ihrām yang kalian datang dengannya sebagai umrah yang dengannya kalian mengerjakan haji Tamattu.”

Lalu bagaimana niat haji tamattu’?

⇒Allāhuma labaika umratan (sudah cukup)

Ada yang lain menambahkan

⇒ Muttamati’an bihā ilal haji (sebagian ulamā menganjurkan seperti ini).

◆ Ihrām

Ihrām adalah niat masuk ke dalam manasik haji, jadi kalau orang berihrām berarti dia berniat masuk ke dalam manasik haji.

◆ Menghajikan atau mengumrahkan orang lain

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita ingin membahas tentang permasalahan menghajikan dan mengumrahkan orang lain.

Ketahuilah bahwasanya menghajikan dan mengumrahkan orang lain disyari’atkan dalam Islām dan pahalanya sampai kepada orang yang kita haji atau umrahkan. 

◆ Syarat-syarat orang yang dihajikan atau diumrahkan atasnya.

Syaratnya:

⑴ Orang yang akan dihajikan atau diumrahkan sudah meninggal.

Dalīlnya hadīts riwayat Bukhāri dari ‘Abdullāh bin ‘Abbas radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā, beliau bercerita:

أَنَّ امْرَأَةً، جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ ” نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ “. قَالَتْ نَعَمْ. فَقَالَ ” فَاقْضُوا الَّذِي لَهُ، فَإِنَّ اللَّهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ “.

Pernah seorang wanita menemui Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lalu dia berkata:

“Sesungguhnya ibuku bernadzar ingin menunaikan ibadah haji lalu beliau meninggal sebelum beliau menunaikan ibadah haji, bolehkah aku menghajikan atasnya?”

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:

“Silahkan, berhajilah engkau untuk menggantikannya, bukankah engkau sependapat sekiranya ibumu mempunyai hutang, bukankah engkau yang melunasi?”

Wanita itu menjawab: “Ya.”

Lantas Nabi berkata:

“Penuhilah hutang Allah, sebab Allah lebih berhak untuk dilunasi hutangnya.”

(HR Bukhari nomor 6771, versi Fathul Bari nomor 7315)

Lihat kata-kata “meninggal”, jadi orang yang dihajikan dan di umrahkan atasnya adalah orang yang sudah meninggal.

⑵ Orang yang dihajikan atau diumrahkan atasnya tidak mampu menunaikan ibadah haji.

Maksud tidak mampu karena dua hal:

⑴ Usianya tua sehingga tidak mampu untuk menunaikan ibadah haji.

⑵ Orang yang sakit yang diperkirakan sulit sembuhnya dan tidak mampu menunaikan ibadah haji.

Dalīl yang menunjukkan akan hal ini adalah sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim dari ‘Abdullāh bin ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhumā, beliau bercerita:

جَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ، قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ  ” نَعَمْ “

“Sesungguhnya ada seorang wanita dari daerah Qata’ab berkata kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

“Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya kewajiban seorang hamba-hambanya dalam haji telah didapati oleh bapakku dalam keadaan yang sangat tua, beliau tidak mampu untuk tetap di atas kendaraannya, bolehkan aku berhaji atasnya?”

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab, “Iya.”

(HR Bukhari nomor 1721, versi Fathul Bari nomor 1854)

Dalam riwayat yang lain (Muslim) Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:

فَحُجِّي عَنْهُ

“Maka berhajilah atasnya.”

(HR Muslim nomor 2376, versi Syarh Muslim nomor 1335)

Kalau ada yang bertanya, apabila umrah bagaimana? apa dalīlnya?

Dalīlnya hadīts riwayat Imām Abū Dāwūd bahwa seorang shahābat yang bernama Abū Razin radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَلاَ الظَّعْنَ . قَالَ  ” احْجُجْ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ ” .

“Wahai Rasūlullāh, sesungguhnya bapakku orang yang tua renta tidak mampu berhaji, umrah dan tidak mampu untuk duduk diatas unta sebagai kendaraannya,”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Hajikan dan umrahkan bapakmu.”

(HR Abu Daud nomor 1545, versi Biatul Afkar Ad Daullah nomor 1810)

Ini adalah syarat yang berkaitan dengan orang yang dihajikan dan diumrahkan atasnya.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.

صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 14, In syā Allāh
________

🌾 Donasi Program Dakwah Islam Cinta Sedekah & Bimbingan Islam ;

🌐 http://cintasedekah.org/program-cinta-sedekah/

💰 INFAQ       
🏦 Bank Syariah Mandiri (Kode Bank 451)
📟 7814 5000 17
🏢a.n Cinta Sedekah Infaq