KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH #15: BAGIAN 15 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 15 DARI 30

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين ، نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ،  أما بعد:

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita akan membahas permasalahan berikutnya yaitu Miqāt-miqāt yang ada di dalam permasalahan haji.

◆ Miqāt

⇒Miqāt artinya batasan.

Apa maksud batasan?

Miqāt adalah batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syari’at baik berupa waktu maupun tempat.

Miqāt dibagi menjadi dua:

⑴ Miqāt Zamani (batasan waktu)
⑵ Miqāt Makani (batasan tempat)

◆ Miqat Zamani

Kalau waktu berarti bulan-bulan yang sudah ditentukan oleh syari’at Islām di dalamnya kita boleh mengerjakan haji.

Bulan-bulan yang dimaksud adalah:

√ Bulan Syawwāl
√ Bulan Dzulqa’dah
√ 10 hari pertama bulan Dzulhijjah

Coba perhatikan surat Al Baqarah 197:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“Haji dilakukan pada bulan-bulan yang sudah dimaklumi, siapa yang diwajibkan di dalam bulan-bulan tersebut untuk menunaikan ibadah haji, maka janganlah dia berbuat rafats, fasiq dan tidak boleh dia berbantah-bantahan ketika menunaikan ibadah haji.”

Batasan waktu adalah bulan Syawwāl, Dzulqa’dah dan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Seperti yang dikatakan oleh ‘Abdullāh bin ‘Umar radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā:

أَشْهُرُ الْحَجِّ شَوَّالٌ وَذُو الْقَعْدَةِ وَعَشْرٌ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ  

“Bulan-bulan haji adalah bulan Syawwāl, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.”

(HR Tirmidzi nomor 932)

Apa maksudnya miqāt zamani ini?

Maksudnya adalah batasan yang telah Allāh tentukan, berarti orang tidak boleh menunaikan haji diluar bulan ini.

Tidak boleh dia berihrām haji dari mulai bulan Ramadhān atau Muharram. Yang boleh hanya di bulan Syawwāl, Dzulqa’dah dan sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah.

Kemudian juga perkataan ‘Abdullāh bin ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā:

من السنة أن لا يحرم بالحج إلا في أشهر الحج

“Termasuk sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak berihrām haji kecuali di bulan-bulan haji.”

◆ Miqāt Makani

Miqāt makani artinya batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syari’at untuk memulai ihrām bagi yang ingin memulai haji atau umrah.

Tidak boleh seseorang berihrām sembarangan tetapi di batasan-batasan yang telah ditentukan tersebut.

Batasan-batasan miqāt Makani ada 5:

⑴ Miqāt penduduk Madīnah adalah Dzulhulaifah (Bir ‘Ali)

Artinya jika penduduk Madīnah ingin menunaikan ibadah haji atau umrah harus melewati Bir ‘Ali dan ketika melewatinya berihrām di sana.

Jika melewati Dzulhulaifah tanpa keadaan ihrām padahal dia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah, maka dia wajib membayar dam.

⑵ Miqāt penduduk Mesir, Syām, Suriah, Libanon, Palestina, Jordania, Maroko dan semisalnya adalah Al Juhfah.

Al Juhfah sekarang diganti dengan Rabigh.

⑶ Miqāt bagi penduduk Nazed (Riyard, Bahrain, Dammam, Khabar, Qatif) dan sekitarnya adalah Qarnul Manazil.

⑷ Miqāt penduduk Yaman adalah Yalamlam.

⑸ Miqāt dari penduduk Iraq adalah Dzatu ‘Irq.

Kalau kita sudah mengetahui miqāt-miqāt itu, perlu kita ketahui bahwasanya wajib bagi yang melewati miqāt-miqāt ini baik jalan darat, laut atau udara  yang ingin berhaji atau berumrah untuk berihrām di sana.

Tidak boleh dia melewati miqāt tanpa berihrām jika dia ingin mengerjakan haji dan umrah.

Dalīl yang menunjukkan hal ini adalah sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Bukhāri dan Muslim dari shahābat ‘Abdullāh bin ‘Abbās radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وَقَّتَ رَسُوْلُ اللهِ لأَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ وَلأِهْلِ النَّجْدِ القَرْنَ وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ قَالََ هُنَّ لَهُنَّ لِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ مِمَّنْ كَانَ يُرِيْدُ اْلحَجَّ وَ الْعُمْرَةَ

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menentukan miqāt untuk penduduk kota Madīnah Dzulhulaifah dan penduduk kota Syām Al Juhfah dan penduduk Nazed Qarnal Manazil dan penduduk kota Yaman Yalamlam.

Lalu beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) bersabda:

“Miqāt-miqāt itu bagi penduduknya atau bagi orang yang melewatinya yang bukan dari penduduk daerah itu atau bagi siapa saja yang ingin berhaji atau umrah.”

Lalu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan kalau penduduk kota Mekkah bagaimana? Atau penduduk kota yang di dalam miqāt?

Miqāt yang paling dekat adalah Qarnul Manazil (As Syail Kābir), jaraknya kurang lebih 70 Km dari kota Mekkah.

Miqāt yang paling jauh adalah miqāt penduduk kota Madīnah (Dzulhulaifah/Bir ‘Ali), jaraknya sekitar 450 Km dari kota Mekkah.

Jarak miqāt penduduk Madīnah jauh, sehingga shahābat radhiyallāhu Ta’āla ‘anhum kalau sudah berihrām baik haji atau umrah sampai Mekkah suaranya habis, kenapa?

Karena setelah berihrām kita dianjurkan untuk bertalbiyah. Para shahābat radhiyallāhu Ta’āla ‘anhum mereka bertalbiyah sampai ke kota Mekkah.

 ◆ Penduduk kota yang ada di dalam miqāt

Penduduk kota yang ada di dalam miqāt (misalnya)  kota Tsumaysi yang ada dekat Mekkah, Than’im, Mina, ‘Arafāh, Jeddah, Thaif. Di mana penduduk itu mengambil miqāt?

Miqāt nya, sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda (lanjutan hadits yang tadi):

فَمَنْ كَانَ دُوْنَهُنَّ مَهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ وَكَذَلِكَ أَهْلُ مَكَةََََ يُهِلُّوْنَ مِنْهَا

“Adapun orang yang tinggal di dalam miqāt maka dari tempat tinggalnya dia berihrām, sampai penduduk Mekkah dia berihrām dari tempat tinggalnya.”

Kalau tadi di dalam hadits ‘Abdullāh ibnu ‘Abbās hanya disebutkan 4 (empat) miqāt yang ke-5 adalah miqāt penduduk kota Iraq.

Dalam riwayat yang lain disebutkan berdasarkan hadīts ‘Āisyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā beliau bercerita:

أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ وَقَّتَ لأَهْلِ الْعِرَاقِ ذَاتَ الْعِرْقِ

“Sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menentukan Dzatu’irq sebagai miqāt bagi penduduk Irāq.”

(Hadīts Abū Dāwūd nomor 1739,An Nasāi’ 2/6)

Dzatu ‘irq adalah sebuah daerah yang ada di Iraq sebagi miqāt penduduk Iraq.

Ini yang bisa saya sampaikan tentang miqāt.

Sebelum saya tutup saya ingin menyampaikan dari miqāt-miqāt yang sudah kita sampaikan tadi. Berarti Jeddah bukan miqāt dan Jeddah ada di dalam miqāt.

Kalau ada jama’ah haji Indonesia yang berangkat dari Indonesia naik pesawat, kalau tujuannya Jeddah dia akan melewati Yalamlam (miqātnya orang Yaman) berarti dia harus berihrām di dalam pesawat.

Kalau dia berihrām di Jeddah maka dia sudah melewati miqāt tanpa ihrām, padahal dia menginginkan haji dan umrah, maka wajib baginya untuk membayar dam atau fidyah yaitu menebus kesalahan karena masuk miqāt tanpa berihrām.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.

صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 16, In syā Allāh
____

🌾 Donasi Program Dakwah Islam Cinta Sedekah & Bimbingan Islam ;

🌐 http://cintasedekah.org/program-cinta-sedekah/

💰 INFAQ       
🏦 Bank Syariah Mandiri (Kode Bank 451)
📟 7814 5000 17
🏢a.n Cinta Sedekah Infaq