الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته
Alhamdulillāh, shalawat dan salam semoga selalu Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para sahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.
Bapak, Ibu, Saudara-Saudari seiman yang dimulyakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وقال الحافظ ابن كثير رحمه الله في تفسير هذه الآية العظيمة: ((وهذان ركنا العمل المتقبل، لا بد أن يكون خالصا لله، صوابا على شريعة رسول الله صلى الله عليه وسلم))
Al Imam ibnu Katsir rahimahullāh, beliau mengomentari ayat ini, QS AlKahfi ayat 110:
“Dua hal ini adalah rukun amal yang diterima, tidak bisa tidak harus dengan ikhlas karena Allāh dan sesuai dengan syariat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”
Keduanya saling berkaitan, tidak bisa yang penting ikhlas, tetapi harus dengan keduanya.
Jadi tidak bisa hanya dengan ikhlas saja, tetapi harus dengan mencontoh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Saya sebutkan nanti dalam haji, bahkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam beliau benar-benar menegaskan untuk mencontoh beliau dalam masalah haji.
Seandainya ada ibadah yang dilakukan dengan ikhlas, tetapi tidak sesuai dengan contoh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka tidak akan diterima Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sekarang saya ingin merunut syarat-syarat ini, apa itu ikhlas?
Para ulama banyak sekali mendefinisikan ikhlas.
Yang paling mudah yang disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Madārijus Sālikīn:
الإخلاص أن لا تطلب على عملك شاهدا غير الله، ولا مجازيا سواه
“Ikhlas adalah kamu tidak menuntut/mencari seseorang yang menyaksikan amalmu selain Allāh. Dan tidak juga menuntut/mencari seorang yang memberikan pahala/ganjaran/pujian atas amalnya selain Allāh.”
Ketika kita mengerjakan ibadah haji, ketika daftar, mempersiapkan semua keperluan haji, ihram, payung dan seluruh persiapan kesehatan, kita tanya/introspeksi diri:
“Saya mengerjakan ini untuk apa?”
Rugi jika kita tidak ikhlas.
Tidak ikhlas itu penyakitnya ahli ibadah, bukan penyakit orang yang malas ibadah. Penyakitnya ahli masjid, ahli sedekah, ahli baca qurān, ahli haji, ahli umrah.
Apakah ketika kita melaksanakan ibadah haji, ingin dipanggil haji Fulan?
Nabi Muahammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, setelah haji, tidka pernah dipanggil Haji Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Coba kembalikan kepada diri kita, untuk apa kita menunaikan ibadah haji?
Apakah ikhlas karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla?
Sering orang yang ikhlas yang benar-benar ikhlas merasa belum ikhlas, karena merasa belum dilihat oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Bahaya orang yang tidak ikhlas, amal ibadahnya tidak diterima.
Contoh konkrit orang yang ikhlas, yaitu seperti orang melihat binatang ternak yang diperah susunya.
Susu binatang ternak yang diperah sebenarnya berada di antara dua hal yang kotor yaitu (maaf) antara tahi dan darah. Tetapi ketika diperah keluarnya susu. Itulah ikhlas.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۖ نُّسْقِيكُم مِّمَّا فِي بُطُونِهِ مِن بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِّلشَّارِبِينَ
“Dan sesungguhnya di dalam binatang ternak bagi kalian terdapat sebuah pelajaran, kami berikan minum kepada kalian dari apa yang ada dalam perut binatang ternak tersebut yang keluar di antara tahi dan darah, keluarlah susu yang bersih dan mudah untuk ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.”
(QS An Nahl: 66)
Ketika kita memerah susu, tidak sedikitpun tercampur tahi ataupun darah, bahkan bisa langsung diminum.
Begitu juga amal, ketika ikhlas maka dia cocok untuk diterima.
Jika ada prosentase, orang yang beramal 99,999% ikhlas karena Allāh, tapi 0,001% ingin mendapatkan pujian ataupun apa yang ada ditangan manusia, maka tidak diterima.
Dalilnya hadits qudsi, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa melakukan suatu amalan dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya/amalannya.”
(HR Muslim nomor 5300, versi Syarh Muslim nomor 2985)
Makanya, Allāh Subhānahu wa Ta’āla mempunyai nama Ash Shamad (Yang Segala Sesuatu Bergantung kepada-Nya), a/Al Hayyu (Yang Maha Hidup), Al Qayyum (Yang Berdiri Sendiri) tidak membutuhkan apapun.
Coba introspeksi diri sendiri, ketika kita ingin menunaikan ibadah haji, untuk apa kita melaksanakan ibadah haji?
Apakah ketika pulang ingin dikenal sebagai seorang Haji?
Maka perlu dikoreksi niatnya.
Khusus masalah haji Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Dan ingatlah, ketika kami memberikan tempat kepada Ibrāhim di Baitullāh dengan mengatakan, “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku’ dan yang sujud.”
(QS Al Hajj: 26)
Yang pertama kali Allāh ingatkan kepada Nabi Ibrāhim ‘alayhi wa sallam:
“Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku.”
Komentar Imam Ibnul Qayyim rahimahullāh dalam kitab Jawābul Kāfī:
أي كما أنه إله واحد لا إله سواه فكذلك ينبغي أن تكون العبادة له وحده فكما تفرد بالالهية يحب أن يفرد بالعبودية فالعمل الصالح هو الخالى من الرياء المقيد بالسنة
“Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sesembahan yang tunggal, maka demikian pula ibadah itu hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sebagaimana Allāh itu satu-satunya untuk disembah, maka Allāh ingin satu-satunya yang berhak diibadahi. Maka amal shalih adalah amal yang terlepas dari riya’ dan terbatas terkait dengan sunnah Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”
Bersambung ke bagian 03, In syā Allāh
________
🌾 Donasi Program Dakwah Islam Cinta Sedekah & Bimbingan Islam ;
🌐 http://cintasedekah.org/program-cinta-sedekah/
💰 INFAQ
🏦 Bank Syariah Mandiri (Kode Bank 451)
📟 7814 5000 17
🏢a.n Cinta Sedekah Infaq