KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH #1: BAGIAN 01 DARI 30

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, pada hari ini kita duduk bersama untuk mengkaji kajian intensif seputar manasik haji dan umrah.

Shalawat dan salam semoga selalu Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para sahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudari seiman yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

الحجّ لغة القصد إلى شيء معظّم

“Haji secara bahasa adalah menuju/pergi/bermaksud kepada sesuatu yang diagungkan.”

Ini Haji secara bahasa. Jadi bukan hanya menuju kepada sesuatu, tetapi sesuatu tersebut adalah hal yang diagungkan, yang dimuliakan, yang dihormati.

Adapun haji secara istilah syar’i adalah:

الحجّ اصطلاحا هو التعبد لله بأقوال وأفعال مخصوصة في أوقات مخصوصة في أماكن مخصوصة من شخص مخصوص بثروط مخصوصة

“Haji secara istilah syar’i adalah beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan perkataan dan perbuatan yang tertentu (yang khusus), pada waktu yang sudah ditentukan, pada tempat-tempat tertentu, dilakukan oleh orang yang tertentu dengan syarat tertentu.”

Jadi tidak sembarangan kita menunaikan ibadah haji. Di sana ada bacaan-bacaan, perbuatan-perbuatan dan waktu-waktu haji yang sudah diatur yang akan kita bicarakan in syā Allāh.

Jika ada orang muslim yang melaksanakan ibadah haji tidak pada waktunya, maka bisa dipastikan tidak diterima.

Misalkan, nanti kita akan bicarakan mengenai waktu menunaikan ibadah haji, diperbolehkan seseorang melakukan ibadah haji dari mulai Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzujhijjah.

Jika dia berihram haji (mulai ibadah haji) sebelum bulan ini, misal bulan Ramadhan atau Sya’ban, maka tidak dinamakan haji, karena bulan-bulan untuk menunaikan ibadah haji telah ditentukan dalam Islam.

Seorang menunaikan ibadah haji pada tempat-tempat tertentu. Tidak bisa dia wukuf sembarangan.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

 الْحَجُّ عَرَفَةُ

“Haji itu intinya berwukuf di ‘Arafah.”

(Hadīts Riwayat An Nasāi’ nomor 2966, versi maktabatu Al Ma’arif Riyadh nomor 3016)

Dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga pernah bersabda:

 وَقَفْتُ هَاهُنَا وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ

“Saya telah berwuquf di sini (‘Arafah) dan ‘Arafah semuanya adalah tempat wuquf.”

(HR Ahmad nomor 13918)

Ini menunjukkan bahwasanya wukuf tempatnya di Arafah.

Jika ada orang tanggal 9 Dzulhijjah, dimana pada tanggal tersebut adalah untuk berwukuf, tapi dia berada di Mina dan sampai habis tanggal 9 masih di Mina, maka tidak sah hajinya, karena dia berwukuf pada tempat yang tidak ditentukan oleh syariat Islam.

Begitu juga jika ada orang thawaf tapi tidak di ka’bah, di kuburan, maka ini tidak benar.

Kemudian haji tersebut juga dilakukan oleh orang tertentu, tidak semua orang boleh melakukan haji. Tidak seluruh manusia boleh melaksanakan haji atau tidak seluruh manusia diwajibkan haji dan tidak seluruh manusia sah hajinya. Ada syarat-syarat haji.

Sekarang kita artikan dulu umrah.

العُمرة لغة: الزيارة

“Umrah secara bahasa, adalah kunjungan.”

Adapun secara istilah syar’i adalah:

العمرة اصطلاحا هو التعبد لله بزيارة الكعبة  المشرفة على إحرام ثم طَّواف، والسَّعي بين الصفا والمروة، والحلْق أو التقصير.

“Beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan menziarahi ka’bah yang mulia dalam keadaan berihram, kemudian thawaf dan si’i di antara Shafa dan Marwa dan (tahallul) dengan mencukur gundul atau memendekkan rambut.”

Inilah yang disebut dengan umrah.

Jadi umrah lebih gampang daripada haji. Lebih kecil daripada haji perbuatannya.

Nah ini pengertian dari umrah.

Nanti ini akan berkaitan antara satu dengan lainnya, baik ketika seorang mengerjakan umrah tersendiri ataupun orang melakukan ibadah haji dan umrah.

Jika kita perhatikan tadi dari definisi haji ataupun umrah, maka dia adalah ibadah.

Mengerjakan haji berarti mengerjakan ibadah, mengerjakan umrah berarti mengerjakan ibadah.

Jika sudah bicara ibadah maka akan membicarakan dua hal.

Dimanapub ibadah kita, apapun jenisnya, baik perkataan atau perbuatan yang diridhai dan dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka ingat, ibadah tersebut tidak akan diterima kecuali dengan dua hal:

1. Ikhlas

–> seseorang harus dalam keadaan ikhlas ketika beribadah tersebut.

Jika tidak ikhlas, maka bisa dipastikan tidak diterima.

Mulai sekarang diniatkan, ketika anda menyetor uang untuk mendaftar haji ke travel dan mendapatkan kwitansi, untuk apa ibadah haji?

Untuk siapa mengerjakan ibadah haji?

2. Mutaba’ah

–> sesuai dengan contoh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam ibadah.

Dan pertanyaan yang kedua yang harus ditanyakan ketika kita melaksanakan ibadah, termasuk ibadah haji, yakni:

“Bagaimana haji anda, ketika mengerjakan ibadah thawaf, sa’i, menggundul rambut, wukuf di ‘Arafah dan lain-lainnya. Apakah sesuai dengan yang dicontohkan Rasūlullāh atau tidak?”

Nah, dua syarat ini harus ada dalam setiap amal ibadah kita, temasuk ibadah haji dan umrah.

Dalilnya, QS Al Kahfi ayat 110:

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka hendaklah dia beramal amalan shalih dan tidak mensyirikkan Allāh dalam beribadah kepada-Nya dengan sesuatu apapun.”

Amal shalih tidak dinyatakan shalih kecuali ketika sesuai dengan yang dicontohkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.
صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 2, In syā Allāh
________

🌾 Donasi Program Dakwah Islam Cinta Sedekah & Bimbingan Islam ;

🌐 http://cintasedekah.org/program-cinta-sedekah/

💰 INFAQ       
🏦 Bank Syariah Mandiri        (Kode Bank 451)
📟 7814 5000 17
🏢a.n Cinta Sedekah Infaq